Setiap orang nggak bisa lepas dari yang namanya masalah. Kita hidup ditemani masalah, dan dituntut sekreatif mungkin untuk menyelesaikannya.
Walau hidup nggak melulu soal masalah, sekarang ini aku sedang ditimpa masalah.
Lupakan persoalan Iren yang meminta bukunya dikembalikan tepat pagi ini di jam pelajaran pertama. Karena kalau tidak, dia pasti akan kena masalah.
Lupakan persoalan susu Upi, maksudku, susu sapi pesanan Upi yang sedang kubawa di dalam tasku ini, walau jika ia tak meminumya sekarang, perutnya akan bermasalah.
Mari lupakan persoalan mereka barang semenit saja. Sebab, sekali lagi, saat ini aku sedang dalam masalah!
****
“Cita, kamu gimana sih? Gara-gara kamu telat masuk, aku kena masalah, nih! Aku kena marah Pak Subhi.. Hiks..” racau Iren lebay.
“Aduuh, Cita.. Kamu kesiangankah..” Upi berkata dengan raut prihatin. Sebotol kecil susu sapi berada dalam genggamannya.
Tapi walau bagaimanapun akulah orang yang menyebabkan mereka mengalami semua ini. Coba saja kalau aku masuk tepat waktu, pasti semua masalah ini nggak akan terjadi.
“Dengan sangat menyesal aku mengucapkan kata maaf yang sebesar-besarnya pada kalian berdua. Maaf yaaa.. ”
Iren membuat ekspresi mewek di wajahnya. Sedangkan Upi bisa memaklumiku.
Tak lama kemudian hadir makhluk lain di antara kami bertiga. Sesosok makhluk tinggi membawa buku besar berwarna biru. Sebut saja dia D. Roman-romannya mulai nggak enak, nih.
“Hai, Cita! Tadi kamu telat sepuluh menit sejak kedatangan guru ke kelas.. ” kata D ramah. “sepuluh dikalikan seribu, kas masuk sepuluh ribu,” tambahnya. Kata-kata ajaib yang membuat siapapun siswa di kelas ini enggan mendengarnya.
Oke, ini jurusan akuntansi. Segala hal perlu diperhitungkan.
“Ayo, sini..” tagih D tanpa melihatku. Dia sedang menulis namaku di daftar pelanggar peraturan kelas.
Nama : Cita BS
Denda : Rp.10.000,- -- terlambat masuk kelas.
Baiklah, ini konsekuensi dari terlambat masuk kelas. Dengan berat hati kurogoh saku seragamku. Tapi.. kok kosong ya? Kurogoh lagi, memang nggak ada. Kurogoh saku rok abu-abuku, nggak ada juga. Oke, keep calm, Cita.
“Kenapa?” tanya D. Membuat Iren dan Upi menatap fokus ke arahku.
Dengan menyesal, aku katakan.. “Duitku ketinggalan.”
****
Pada akhirnya, aku punya utang dengan kas kelas. Dan berjanji akan melunasinya esok hari.
Orang bijak bilang, masalah ada untuk diselesaikan. Hidup tidak akan menarik kalau tidak ada rintangan. Kita hanya akan cepat bosan kalau hidup seperti itu-itu saja. Jangan takut kalau masalah datang. Tantanglah ia seperti Engkau menantang lawan di sebuah pertandingan.
Kata-kata itu memberi sugesti positif di otakku. Aku tersenyum.
Ya Allah, hidupku nggak lepas dari yang namanya masalah. Itu tandanya Engkau memperhatikanku.
SELESAI
**Cuap-cuap penulis**
Lalala yeyeye.. Selesai juga ngetik cerita gaje ini. Ide menulis aku dapatkan waktu lagi nyuci tadi sore, haha.
Masih inget kan dengan Cita? Salah satu cameo di cerpenku (kalau pantas disebut cerpen) yang sebelumnya. Kali ini dia jadi protagonis, kekeke.
Di sini aku ceritakan dia sosok orang yang dikelilingi oleh masalah, kaku, pasrah, namun juga pelupa. Nggak jauh beda sama yang aslinya, huahaha, peace ^^v
Tapi di sisi lain Cita ini baik, enak dimintai tolong, melasan, rajin bantu-bantu, dll. ^^
Yap, seperti yang Cita bilang, hadapi masalah yang ada dan jangan pernah takut kalau masalah datang.
Oke, segini aja dulu.
Umm, berikutnya, siapa ya?? (*´∇`*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar